Makalah kehamilan dengan HIV


MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN KEHAMILAN
“KEHAMILAN DENGAN HIV AIDS”
  
Disusun Oleh :
1.     Dina Maulia (051811002)
2.     Ika Prasetya Tusiek (051811003)
3.     Nur Faizah (051911009)
4.     Veronika Bahan Tuannaen (051811009)
                         
PRODI KEBIDANAN 2018

UNIVESITAS BINAWAN



KATA PENGANTAR


Puji syukur bagi Allah SWT yang dengan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas Asuhan Kebidanan Kehamilan dengan judul “Kehamilan Dengan HIV/AIDS” untuk dapat dimanfaatkan dengan baik bagi para pembaca. Dan kami mengucapkan terimakasih kepada teman-teman serta dukungan dari Dosen Pembimbing kami yaitu Dinni Randayani L, SST, MKes yang telah memberi dukungan dan semangat yang luar biasa kepada kami untuk bisa menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik.
Kami merasa bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari kesempurnaan, maka kami sebagai penulis selalu membuka diri untuk menerima berbagai masukan dan kritik sehingga tugas Asuhan Kebidanan Kehamilan ini menjadi lebih baik dan bermanfaat.



Jakarta, Oktober 2019


Penulis


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.. i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN.. 1
1.1 Latar Belakang. 1
1.2 Rumusan Masalah. 3
1.3 Tujuan Masalah. 3
BAB II TINJAUAN TEORI. 4
2.1 Pengertian. 4
2.2 Stadium HIV.. 4
2.3 Etiologi 5
2.4 Patofisiologi 6
2.5 Pencegahan Penularan Hiv Dari Ibu Ke Bayi 6
2.6 Gejala Klinis Dan Keterkaitannya Dengan Gangguan Gizi 9
2.7 Konseling Pra Dan Pasca Test Hiv. 10
2.8 Contoh Kasus Asuhan Pada Ibu Hamil Dengan Infeksi HIV / AIDS………….11
BAB III PENUTUP. 15
3.1 Kesimpulan. 15
3.2 Saran. 15
DAFTAR PUSTAKA

BAB I


PENDAHULUAN



Kehamilan dengan infeksi human immunodeficiency virus (HIV) perlu mendapat perhatian yang serius. Penanganan yang tepat diperlukan untuk membantu ibu hamil dengan HIV positif tetap sehat selama masa kahamilannya dan menurunkan risiko transmisi HIV ke bayi yang dikandungnya. Untuk itu dikembangkan sebuah program yang dikenal dengan Prevention Mother to Child Transmission (PMTCT), yang dinilai efektif dalam menurunkan transmisi HIV dari ibu ke bayi. Berdasarkan data UNAIDS (2009), terdapat 33,3 juta kasus HIV di seluruh dunia dengan peningkatan sekitar 2,6 juta tiap tahunnya. Sebanyak 15,9 juta (48%) dari jumlah tersebut adalah wanita dan 2,5 juta anak berusia kurang dari 15 tahun. Lebih dari 90% dari anak-anak tersebut terinfeksi HIV melalui jalur penularan dari ibu ke bayi. Gray and Mclntyre (2007) melaporkan bahwa 8,5% dari seluruh penderita HIV adalah wanita hamil yang akan melahirkan bayinya setiap tahun. Pengalaman lapangan beberapa lembaga swadaya masyarakat dan rumah sakit menunjukkan bahwa kasus penularan HIV dari ibu ke bayi jumlahnya semakin meningkat di Indonesia (Depkes RI, 2006; Gray and Mclntyre, 2007; UNAIDS, 2009). 

Risiko bayi tertular HIV dari ibunya di negara maju adalah sekitar 2% karena tersedia layanan PMTCT yang optimal. Tetapi di negara yang sedang berkembang, tanpa adanya akses intervensi, risikonya antara 25% - 45%. Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk menurunkan angka tersebut adalah menilai viral load (VL) HIV dan sistem imunitas ibu hamil. VL yang tinggi (≥10.000 kopi/ml) merupakan faktor risiko utama penularan tersebut baik selama kehamilan, persalinan, dan menyusui. Sedangkan bila VL < 1000 kopi/ml, risiko transmisi perinatal sangat kecil. Bila VL < 1000 kopi/ml dan pasien telah mendapatkan HAART, maka pilihan persalinan tidak harus dengan seksio caesarea, dan persalinan pervaginam dapat menjadi pilihan. Dengan demikian, VL merupakan kunci utama dalam pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi. Namun pemeriksaan VL memerlukan biaya yang sangat mahal dan hanya dapat diperiksa di laboratorium yang memiliki PCR. Laboratorium dengan fasilitas PCR hanya terdapat di kota besar terutama di Pulau Jawa sedangkan pasien hamil dengan HIV jumlahnya sangat banyak di pelosok Indonesia, misalnya Papua. (De Cock, et al., 2000; Depkes RI, 2006; Prieto, et al., 2011).

Penilaian sistem imunitas dengan menggunakan CD4 tergolong ekonomis, cepat, dan sudah banyak tersedia di berbagai tempat di Indonesia.  Dengan adanya hubungan antara rendahnya sistem imunitas dengan tingginya VL HIV, maka persentase CD4 dan absolut CD4 diduga dapat memprediksi VL HIV di dalam tubuh ibu hamil. Dengan demikian, kita dapat menilai respon tubuh terhadap pemberian ARV dengan biaya yang lebih ekonomis, menilai risiko transmisi perinatal lebih awal dan memilih cara persalinan yang tepat sehingga risiko transmisi dapat diperkecil. Penelitian ini dilakukan untuk menilai akurasi antara persentase CD4 dan absolut CD4 dalam memprediksi VL di dalam darah ibu hamil terinfeksi HIV. Bila salah satu atau kedua alternatif pemeriksaan tersebut memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang baik untuk memprediksi VL HIV, maka pemeriksaan ini mungkin dapat menjadi alternatif untuk penilaian VL HIV saat ante natal care (ANC) terutama di daerah dengan fasilitas yang terbatas.  

    1.2    Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian HIV/AIDS?

2.      Ada berapakah stadium didalam penyakit HIV/AIDS?

3.      Apa etiologi HIV/AIDS?

4.      Apa patofisiologi HIV/AIDS?

5.      Bagaimana pencegahan HIV/AIDS?

6.      Bagaimana penatalaksanaan HIV/AIDS?   

    1.3   Tujuan Masalah

1.      Mengetahui pengertian HIV/AIDS.

2.      Mengetahui berbagai macam stadium didalam penyakit HIV/AIDS.

3.      Mengetahui etiologi HIV/AIDS.

4.      Mengetahui patofisiologi HIV/AIDS.

5.      Mengetahui cara pencegahan HIV/AIDS.

6.      Mengetahui penatalaksanaan HIV/AIDS.


BAB II


TINJAUAN TEORI 



HIV adalah penyakit yang menyerang system kekebalan tubuh, dan AIDS adalah kumpulan gejala akibat kekurangan atau kelemahan system kekebalan tubuh yang dibentuk setelah lahir. (sarwono.ilmu kebidanan).

AIDS merupakan singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome. Acquired artinya di dapat, jadi bukan merupakan penyakit keturunan, imuno berarti system kekebalan tubuh, Deficiency artinya kekuranga, Syndrome adalah kumpulan gejala. AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak kekebalan tubuh, sehingga tubuh mudah diserang oleh penyakit – penyakit lain yang dapat berakibat fatal. Padahal penyakit – penyakit tersebut misalnya berbagai virus, cacing, jamur, protozoa, dan basil tidak menyebabkan gangguan yang berarti pada orang yang system kekebalannya menurun. Selain penyakit infeksi, penderita AIDS juga mudah terkena kanker. Dengan demikian gejala AIDS amat bervariasi.

Virus yang menyebabkan penyakit ini adalah virus HIV atau (Humman Immuno – deviciency Virus). Dewasa ini dikenal juga dua tipeHIV yaitu HIV 1 dan HIV 2. Sebagian besar disebabkan oleh HIV 1, sedangkan infeksi oleh HIV 2 didapatkan di Afrika Barat. Infeksi HIV 1 memberi gambaran klinis yang hampir sama. Hanya infeksi HIV 1 lebih mudah ditularkan dan masa sejak mulai infeksi (masuknya virus ke tubuh) sampai timbulnya penyakit yang lebih pendek.



2.2 Stadium HIV


      Infeksi HIV memiliki 4 stadium sampai nantinya menjadi AIDS, yakni :

1.      Stadium 1

Ibu dengan HIV positif tidak akan menunjukkan gejala klinis yang berarti sehingga ibu akan tampak sehat seperti orang normal dan mampu melakukan aktivitasnya seperti biasa.

2.      Stadium 2

Sudah mulai menunjukkan gejala yang ringan seperti terjadi penurunan berat badan kurang dari 10%, infeksi yang berulang pada saluran nafas dan kulit.

3.      Stadium 3

Ibu dengan HIV sudah tampak lemah, gejala dan infeksi sudah mulai bermunculan dan ibu akan mengalami penurunan berat badan yang lebih berat, diare yang tidak kunjung sembuh, demam yang hilang timbul dan mulai mengalami infeksi jamur pada rongga mulut bahkan infeksi sudah menjalar sampai ke paru – paru.

4.      Stadium 4

Pasien akan menjadi AIDS aktivitas akan banyak dilakukan di tempat tidur karena kondisi dan keadaannya sudah mulai lemah, serta infeksi mulai bermunculan di mana – mana dan cenderung berat.



2.3 Etiologi


Dengan melihat tempat hidup HIV, tentunya bisa diketahui penularan HIV terjadi kalau ada cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti :

1.      Hubungan seks dengan pasangan yang mengidap HIV.

2.      Jarum suntik dan alat – alat penusuk (tato, penindik, dan cukur) yang   tercemar HIV.

3.      Ibu hamil yang mengidap HIV kepada janin atau disusui oleh wanita yang mengidap HIV (+).

Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang terkena HIV lebih mudah tertular. Walaupun janin dalam kandungan dapat terinfeksi, sebagian besar penularan terjadi waktu melahirkan atau menyusui, bayi lebih mungkin tertular jika persalinan berlanjut lama. Selama proses persalinan, bayi dalam keadaan beresiko tertular oleh darah ibu. ASI dari ibu yang terinfeksi HIV juga mengandung virus itu. Jadi jika bayi disusui oleh HIV (+), bayi bisa tertular.



2.4 Patofisiologi


HIV adalah jenis parasite obligat yaitu virus yang hanya dapat hidup dalam sel atau media hidup. Virus ini senang hidup dan berkembang biak pada sel darah putih manusia. HIV akan ada pada cairan tubuh yang mengandung sel darah putih, seperti darah, cairan plasenta, air mani, atau cairan sperma, cairan sum – sum tulang, cairan vagina, ASI, dan cairan otak.

HIV menyerang salah satu jenis dan sel – sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut termasuk limfosit yang disebut “sel T-4” atau disebut juga “sel CD-4”.

Setelah terinfeksi HIV, 50 – 70% penderita akan mengalami gejala yang disebut syndrome HIV akut. Gejala ini serupa dengan gejala infeksi virus pada umumnya yaitu berupa demam, sakit kepala, sakit tenggorokan, miagia (pegal – pegal di ekstremitas bawah) pembesaran kelenjar dan rasa lemah. Pada sebagian orang, infeksi berat dapat disertai kesadaran menurun. Syndrome ni biasanya akan hilang dalam beberapa minggu. Dalam waktu 3 – 6 bulan kemudian, test serologi baru akan positif, karena telah terbentuk antibody. Masa 3 – 6 bulan ini disebut widow periode, dimana penderita dapat menularkan namun secara labolatorium hasil test HIV nya masih negative.



2.5 Pencegahan Penularan HIV Dari Ibu Ke Bayi


Ibu HIV (+) dapat mengurangi resiko bayinya tertular dengan :

1.      Mengkonsumsi obat anti retroviral (ARV).

Resiko penularan sangat rendah bila terapi ARV (ART) dipakai. Angka penularan hanya 1 – 2 % bila ibu memakai ART. Angka ini kurang lebih 4 % bila ibu memakai AZT selama 6 bulan terakhir kehamilannya dan bayinya diberikan AZT selama 6 minggu pertama hidupnya.

Jika ibu tidak memakai HRV sebelum dia mulai melahirkan, ada 2 cara yang dapat mengurangi separuh penularan ini : AZT dan 3TC dipakai selama persalinan, dan untuk ibu dan bayi selama 1 minggu dan ibu dan bayi selama 1 minggu setelah lahir, 1 tablet nevirapine pada waktu mulai sakit melahirkan, kemudian 1 tablet lagi diberi pada bayi 2 – 3 hari setelah lahir.

Menggabungkan nevirapine dan AZT selama persalinan mengurangi penularan menjadi hanya 2%. Namun, resistensi terhadap nevirapine dapat muncul pada hingga 20% perempuan yang memakai 1 tablet waktu hamil. Hal ini mengurangi keberhasilan ART yang dipakai kemudian oleh ibu. Resistensi ini juga dapat disebarkan pada bayi waktu menyusui. Walaupu begitu, terapi jangka pendek ini lebih terjangkau di Negara berkembang.

2.      Menjaga proses kelahiran tetap singkat waktunya.

Artinya semakin lama proses kelahiran, semakin besar resiko penularan. Bila si ibu memakai AZT dan mempunyai viral load dibawah 1000, resiko hampir 0. Ibu dengan viral load ini dapat mengurangi resiko dengan memakai bedah sesar.

Menghidari menyusui artinya kurang lebih 14% bayi terinfeksi HIV melalui ASI yang terinfeksi. Resiko ini dapat di hindari jika bayi diberikan pengganti ASI (PASI atau formula). Namun jika PASI tidak diberikan secara benar, resiko lain pada bayinya menjadi semakin tinggi. Jika formula tidak bisa dilarut dengan air bersih, atau masalah biaya menyebabkan jumlah formula yang diberikan tidak cukup, lebih baik bayi di susui. Yang terburuk adalah campuran ASI dan PASI. Mungkin cara paling cocok untuk sebagian besar ibu di Indonesia adalah menyusui secara ekslusif selama 4 – 6 bulan pertama, kemudian diganti dengan formula secara ekslusif.

3.      Syarat diet pada orang dengan HIV

-          Kebutuhan zat gizi dihitung sesuai dengan kebutuhan individu,

-          Mengkonsumsi protein yang berkualitas dari sumber hewani dan nabati seperti daging, telur, ayam, ikan, kacang-kacangan dan produk olahannya,

-          Banyak makan sayuran dan buah-buahan secara teratur, terutama sayuran dan buah-buahan berwarna yang kaya vitamin A(beta-karoten), zat besi.

-          Menghindari makanan yang diawetkan dan makanan yang beragi(tape, brem).

-          Makanan bersih dari pestisida dan zat kimia

-          Bila odha mendapatkan obat ARV, pemberian makanan disesuaikan dengan jadwal minum obat dimana ada obat yang diberikan saat lambung kosong dan  pada saat lambung harus penuh, atau diberikan bersama-sama dengan makanan,

-          Menghindari makanan yang merangsang alat penciuman (untuk mencegah mual)

-          Menghindari rokok, kafein dan alcohol.

-          Kebutuhan zat gizi ditambah 10 – 25 % dari kebutuhan minum dianjurkan.

-          Mengkonsumsi protein yang berkualitas tinggi dan mudah dicerna.

-          Sayuran dan buah – buahan dalam bentuk jus.

-          Minum susu setiap hari yang rendah lemak dan sudah di pasteurisasi, jika tidak bisa mengkonsumsi susu sapi, bisa digantikan dengan susu kedelai.

Dapat diberikan dalam penatalaksanaan gizi pada Odha.

1.      Tempe atau produknya mengandung protein dan vitamin B12 untuk mencukupi kebutuhan Odha dan mengandung bakterisida yang dapat mengobati  dan mencegah diare.

2.      Kelapa dan produknya dapat memenuhi kebutuhan lemak sekaligus sebagai sumber energy karena mengandung MCT (Medium Chain Trigliseride) yang mudah diserap dan tidak menyebabkan dire. MCT merupakan energy yang dapat digunakan untuk pembentukan sel.

3.      Wortel mengandung beta – karoten yang tinggi sehingga dapat meningkatkan daya tahan tubuh juga sebagai bahan pembentuk CD4. vitamin E bersama dengan vitamin C dan beta – karoten berfungsi sebagai antiradical nenas. Seperti diketahui akibat perusakan oleh HIV pada sel – sel maka tubuh menghasilkan radikal bebas.

4.      Kembang kol, tinggi kandungan Zn, Fe, Mn, Se untuk mengatasi dan mencegah defisiensi zat gizi mikro dan makro untuk pembentukan CD4.

5.      Sayuran hijau dan kacang – kacangan, mengandung vitamin neurotropic B1, B6, B12, dan zat gizi mikro dan untuk pembentukan CD4.

6.      Buah alpukat mengandung lemak yang tinggi, dapat dikonsumsi sebagai makanan tambahan. Lemak tersebut dalam bentuk MUFA (Mono Usaturated Fatty Acid) 63% berfungsi sebagai antioksidan dan dapat menurunkan LDL. Disamping itu juga mengandung glutathione tinggi untuk menghambat replikasi HV. (DepKes RI, 2003, halaman 108 – 117).




-          Diare: menyebabkan hilangnya zat gizi dalam tubuh seperti vitamin dan mineral, sehingga harus diberikan asupan gizi yang tepat, terutama yang mengandung larutan zat gizi mikro, untuk mengganti cairan tubuh yang hilang. Dianjurkan untuk mengkonsumsi buah – buahan yang rendah serat dan tinggi kalium dan magnesium seperti jus pisang, jus alpukat.

-          Sesak nafas: dianjurkan makanan tinggi lemak dan rendah karbohidrat untuk mengurangi , dengan porsi kecil tapi sering. Bila asupan makanan dalam sehari tidak mencukupi kebutuhan kalori sehingga dapat menyebabkan pasien menjadi lemah, perlu diberikan makanan tambahan dalam bentuk formula (makanan suplemen). Pemberian makanan dapat dilakukan pada pasien dalam posisi setengah duduk agar aliran  ke paru lebih optimal.

-          Gangguan penyerapan lemak (malabsorbsi lemak): pasien dengan gangguan penyerapan lemak diberikan diet rendah lemak. Dianjurkan menggunakan sumber lemak / minyak nabati yang mengandung asam lemak tak jenuh, seperti minyak kedelai, minyak jagung, minyak sawit. Perlu tambahan vitamin yang larut dalam lemak (A, D, E, dan K).

-        Demam: Akan terjadi peningkatan pemakaian kalori dan kehilangan cairan. Maka diberikan makanan lunak dalam porsi kecil tapi sering dengan jumlah lebih dari biasanya dan dianjurkan minum lebih dari 2 liter atau 8 gelas / hari.

-          Penurunan berat badan: harus dicari penyebabnya. Pastikan apakah ada infeksi oportunistik yang tidak terdiagnosis. Bila pasien tidak dapat makan secara oral, maka berikan secara parental. Makanan yang dianjurkan adalah tinggi kalori, tinggi protein secara bertahap dengan porsi kecil tapi sering serta padat kalori dan rendah serat.

                 

2.7  Konseling Pra Dan Pasca Test HIV


            Konseling pra dan pasca test bagi perempuan hamil menyangkut beberapa hal dibawah ini. konseling pra test : informasi mengenai penularan HIV melalui hubungan seksual dan bagaimana cara mencegahnya, informasi mengenai penularan HIV dari ibu ke anak dan bagaimana penanggulangannya, informasi mengenai proses dan prosedur test HIV, jaminan keberhasilan dan bagaimana mendiskusikan kerahasiaan dan bagaimana mendiskusikan kerahasiaan dan kemungkinan adanya konseling bagi pasangan, implikasi dari test negative, termasuk promosi menyusui bayi dengan ASI, implikasi dari test positif : keuntungan dan kerugiannya, intervensi yang dipilih, serta kemungkinan adanya stigma. Konseling yang menggali dan mengarah pada penilaian resiko.

            Konseling pasca test jika hasi test negative, informasi yang diberikan mengenai pencegahan penularan di masa depan. Jika masih dala “masa jendela” (window period), maka dianjurkan untuk melakukan test kembali, promosi ASI ekslusif kepada ibu hamil yang tidak terdeteksi HIV.

            Jika hasil test positif yang harus dilakukan : informasi mengenai pilihan – pilihan untuk terapi, termasuk pengobatan ARV bag dirinya dan / atau untuk pencegahan penularan ke bayi. Perlu juga dibahas mengenai kondisi keuangan dan harga terapi ARV, konseling yang menyangkut pilihan – pilihan pemberian susu ke bayi, risiko menyusui dengan ASI, dukungan finansial untuk susu formula, adanya stigma dari masyarakat dan keluarga, informasi dan konseling mengenai KB dan kemungkinan kehamilan di masa depan, konseling pemberitahuan kepada pasangan dan masalah kerahasiaan, informasi dan layanan rujukan untuk dukungan, perawatan, pengobatan, dan juga persalinan.



2.8 Contoh Kasus Asuhan Pada Ibu Hamil Dengan Infeksi HIV / AIDS


     Data subjektif :

            Ny. W 28 Tahun, Indonesia, Isolam, SMA, IRT, dengan suami Tn. S, 25 tahun, Indonesia, Islam, SMA, buruh, gaji Rp. 600.000/ bulan, beralamatkan di Jl. Melati No.20 Kota sepi Antah berantah. Pada tanggal 11 April 2009, pukul 11.00 WIB. Dengan keluhan berat badan menurun, diare yang tidak kunjung sembuh sudah 1 minggu yang lalu, dengan frekuensi 5 – 6 x/hari, demam yang hilang timbul sudah 5 hari yang lalu, sariawan pada mulut sejak 7 hari yang lalu, ibu mengakui ini kehamilan yang pertama, usia kehamilannya 7 bulan, dengan HPHT 18 – 9 – 2008, TP 25 – 06 -  2009, dengan riwayat menstruasi lamanya 7 hari, dengan siklus 28 hari, imunisasi TT 1 dibidan Cijalu tanggal 10 Januari 1009, TT 2 belum, dan ibu mengatakan bahwa suaminya mengidap HIV (+) ± sejak 20 tahun yang lalu, Ny. W menikah sudha 9 tahun yang lalu, didalam lingkungan keluarga ibu mendapat support dari orangtua dan mertuanya untuk hamil, tetapi dilingkungan rumah atau masyarakat sekitar kurang menerima kehadiran Ny, W dan suaminya karena takut tertular. Ibu mengatakan bahwa pergerakan janinannya ada 7 kali dalam sehari, dan ibu menyatakan bahwa dari hasil pemeriksaan test labolatorium darah pertama tanggal 10 November 2008 bDNA (branched deoxyribonucleid acid) dan CD 4 900 sel /  darah didapatkan hasil (-) HIV, dan test kedua dilakukan lagi dengan jarak 7 minggu (tanggal 29 Desember 2008) dengan hasil test yang kedua bDNA dan CD4 800 sel /  darah (-) HIV, dan ibu melakukan tes lagi yang ketiga kalinya (tanggal 16 Februari 2009) dengan hasil test bDNA dan CD4 menurun yaitu 150 sel/  darah menunjukkan (+) HIV, dan pada tanggal 30 maret 2009 NY. W melakukan test yang keempat untuk meyakinkan bahwa dirinya (+) HIV, dan hasi test bDNA dan CD4 (+) HIV yaitu dengan hasil 100 sel/  darah.



Data Objektif:

            Keadaan umum ibu kurang baik, keadaan Compos Mentis, Tekanan Daran 110/70 mmHg, Nadi 85x/menit, respirasi 20x/menit, suhu 38,5ÂșC, berat badan 48 kg, berat badan sebelum hamil 60 kg, menurun karena kurang asupan makanan, tinggi badan 163 cm, lila 24 cm, muka tidak oedema, konjungtifa anemis, sclera tidak ikterik, gigi bersih, tidak ada karies, Thyroid tidak ada pembesaran, mamae membesar kanan kiri, simetris, areola hyperpigmentasi, putting susu menonjol, kolostrum belum keluar, tidak ada benjolan, tidak adanya nyeri tekan, axila tidak ada benjolan, jantung lub – dup, paru tidak terdengar wheezing / ronkhi, pemeriksaan abdomen inspeksi perut tampak memanjang, tidak ada luka bekas operasi, hyperpigmentasi linea nigra, tampak ada gerakkan janin, palpasi TFU 24 cm, FU Leopold I teraba satu bagian lunak, kurang bundar, kurang melenting yaitu bokong, Leopold II kanan ibu teraba tahanan besar, memanjang seperti papan, yaitu punggung, Leopold III teraba I bagian keras, bulat, melenting yaitu kepala, Leopold IV konvergen, TBJ (24 – 13) x 115 = 1705 gr, pada pemeriksaan auskultasi didapakan DJJ + frekuensi 130x/menit, kuadran kanan atas 3 jari diatas pusat, anogenital tidak ada pengeluaran air – air, tidak ada oedema, tidak ada benjolan, tidak adavarises, tungkai simetris, tidak ada oedema, tidak ada varises, reflex patella +/+. Pemeriksaan penunjang test bDNA dan CD4 menurun menunjukkan hasil 100 sel/ darah (+) HIV, Hb 10 gr%, protein urine (-), dan glukosa (-).



Assesment :

            Ibu  hamil 28 minggu, dengan penyakit infeksi HIV (+)

            Janin tunggal, hidup, intrauterine, presentasi kepala.

            Potensial masalah pada ibu HIV (+) stadium III, dan AIDS

            Potensial masalah pada janin, janin dapat tertular HIV (+), dan BBLR

            Tindakan segera kolaborasi dengan dokter spesialis kandungan.





Penatalaksaan

     a.       Melakukan konseling pra dan pasca tes HIV, dengan memberitahu ibu bahwa hasil pemeriksaanya kurang baik, hasil TTV dalam batas normal, usia kehamilan 8 minggu dengan masalah ibu mengidap HIV/AIDS dari hasil tes darah tes bDNA dan CD4 menurun menunjukan hasil 100 sel/ml3 darah (+) HIV

    b.      Menganjurkan ibu saat berhubungan menggunakan kondom untuk mencegah penularan HIV yang lebih lanjut. Dan perlu disampaikan pada keluarga bahwa HIV tidak ditularkan dengan cara bersalaman, tinggal serumah, dan berenang

   c.       Menganjurkan ibu untuk makan makanan yang tinggi kalori dan protein seperti: daging, ayam, tempe, telur, wortel, ikan, kembang kol, alpukat, kacang-kacangan, dan produk olahannya secara teratur, terutama sayuran dan buah yang banyak mengandung vitamin A(beta karoten) yang tinggi serat untuk mencegah diare yang berkelanjutan, zat besi, makan makanlah yang ibu suka dan sebanyak-banyaknya untuk menambah berat badan ibu, dan baik untuk perkembangan dan pertumbuhan janin ibu, minum susu setiap hari, dan hindari makanan yang diawetkan seperti mie instan, makanan kaleng/sarden, makanan yang beragi(brem, tape)

   d.      Menganjurkan ibu untuk minum air putih 8 gelas/hari terutama bagi ibu yang sedang demam, diare, keringat pada malam hari agar mengganti cairan yang terbuang

   e.       Memberi tablet Fe 1x1 pada malam hari menggunakan air putih dan tidak meminumnya dengan air the ataupun kopi karna itu bias menghambat keefektifan kerja obat tersebut, Fe selain untuk anemia baik juga untuk pertumbuhan janin karna mengandung asam folat

f.       Meminum obat sesuai instruksi dokter yaitu obat ARV untuk mencegah bayi tertular HIV (+) dengan dosis 1x1 setelah makan dan diminum menggunakan air putih, dan saat bersalin obatnya akan di berikan melalui vena

   g.      Memeriksakan kehamilan ke dokter spesialis untuk mengetahui perkembangan janin (USG)

  h.      Bahwa persalinan tidak bisa ditolong oleh bidan, tetapi harus dengan dokter dan kemungkinan persalinan akan dilakukan secara sesar untuk mengurangi resiko bayi tertularkjlyuuu

i.        Melakukan kunjungan ulang 2 minggu kemudian dan jika ada tanda bahaya persalinan maka segera pergi ketempat fasilitas kesehatan

j.        Setelah melahirkan menggunakan KB yang baik dan aman bagi ibu, boleh  menggunakan KB pil, implant, suntik tetapi tidak boleh menggunakan AKDR  karna bisa memperparah resiko infeksi yang terjadi pada ibu dengan HIV(+)



BAB III


PENUTUP



        Kehamilan dengan infeksi human immunodeficiency virus (HIV) perlu mendapat perhatian yang serius. Penanganan yang tepat diperlukan untuk membantu ibu hamil dengan HIV positif tetap sehat selama masa kahamilannya dan menurunkan risiko transmisi HIV ke bayi yang dikandungnya. HIV adalah penyakit yang menyerang system kekebalan tubuh, dan AIDS adalah kumpulan gejala akibat kekurangan atau kelemahan system kekebalan tubuh yang dibentuk setelah lahir. Pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi yaitu: Mengkonsumsi obat anti retroviral (ARV), Menjaga proses kelahiran tetap singkat waktunya, diet makanan sehat.


Bagi Tenaga Kesehatan:

·         Diharapkan petugas kesehatan lebih meningkatkan konseling agar penularan kepada bayi dapat dicegah

·         Diharapkan petugas kesehatan bisa mempertahankan pelayanan kebidanan yang sudah memenuhi standart.

Bagi Pasien:

·         Diharapkan pasien aktif bertanya kepada petugas meskipun belum ada keluhan, dan melakukan kunjungan ulang sesuai dengan jadwalnya.

 

DAFTAR PUSTAKA



-          Yulianti, Lia. 2010. Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan). Jakarta: CV. Trans info media.

-          Rukiyah, Ai Yeyeh. 2010. Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan). Jakarta: CV. Trans info media.


Comments